(Jateng Headline - PATI) Buruh selalu menjadi menjadi bagian yang termarjinalkan. Dan buruh pun yang selalu menjadi yang terlemah, ketika terjadi permasalahan dengan perusaahaan tempatnya bekerja. Hal itu dialami oleh seorang buruh di pabrik yang memproduksi gula di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Buruh tersebut bernama Joyo Sudadi, warga Desa Sukoharjo RT 01 RW 02, Kecamatan Wedarijaksa yang bekerja di PG. Trangkil. Selama hampir 24 tahun mengabdi, kuasa Tuhan pun yang menentukan perjalanan hidupnya. Akhirnya Joyo Sudadi meninggal dunia akibat kecelakaan, sepulang dari lahan garapan milik PG. Trangkil.
Istrinya bernama Sainah, harus berjuang untuk mendapatkan hak suaminya. Namun semua itu harus dilalui dengan jalan terjal, karena melalui proses hukum yang rumit selama hampir 2 tahun. Kemujuran dan keberuntunganpun berpihak pada Sainah, dikarenakan PG. Trangkil tetap menolak gugatan pihak Sainah. Proses hukum pun, sampai pada pengajuan kasasi oleh PG. Tranhkil ke Mahkamah Agung (MA). Alhasil, kasasi tersebut ditolak oleh MA.
Sainah sebagai ahli waris dari (alm.) Joyo Sudadi buruh di PG. Trangkil akhirnya bernafas lega. MA menolak kasasi pada 4 Mei 2015 lalu, Sainah akhirnya mendapatkan haknya atas kekurangan tunjangan yang tidak dibayarkan pihak perusahaan atas kematian suaminya itu.
Istrinya bernama Sainah, harus berjuang untuk mendapatkan hak suaminya. Namun semua itu harus dilalui dengan jalan terjal, karena melalui proses hukum yang rumit selama hampir 2 tahun. Kemujuran dan keberuntunganpun berpihak pada Sainah, dikarenakan PG. Trangkil tetap menolak gugatan pihak Sainah. Proses hukum pun, sampai pada pengajuan kasasi oleh PG. Tranhkil ke Mahkamah Agung (MA). Alhasil, kasasi tersebut ditolak oleh MA.
Sainah sebagai ahli waris dari (alm.) Joyo Sudadi buruh di PG. Trangkil akhirnya bernafas lega. MA menolak kasasi pada 4 Mei 2015 lalu, Sainah akhirnya mendapatkan haknya atas kekurangan tunjangan yang tidak dibayarkan pihak perusahaan atas kematian suaminya itu.
“Alhamdulillah, akhirnya perusahaan membayar Rp. 19 juta lebih kepada
saya. Saya bersyukur karena hak kami sebagai buruh akhirnya bisa kami peroleh” iba Sainah.
Kuasa hukum Sainah, Harni, yang mendapinginya menjelaskan bahwa perkara tersebut berawal dari tewasnya Joyo Sudadi,
suami Sainah, yang meninggal pada 9 November 2011 karena kecelakaan kerja. Saat
itu perusahaan sudah memberi santunan sebesar Rp. 28.921.200 kepada keluarga tersebut. Namun
perusahaan tidak memenuhi kewajiban sepenuhnya karena beralasan Joyo Sudadi
meninggal tidak dalam keadaan kerja. Karena
itulah, pengacara yang kerap menangani masalah buruh tersebut, mengajukan gugatan ke PG. Trangkil ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang.
“Kami
sudah beberapa kali menagjukan mediasi namun tak pernah digubris. Untuk itulah,
akhirnya kami mengajukan gugatan ke PHI pada tanggal 24 Oktober 2013. Pada
14 Maret 2014, PHI telah menerima beberapa gugatan kami. Namun,
dua minggu setelah putusan pengadilan justru perusahaan mengajukan kasasi ke
MA" jelas Harni.
Pada 21 Januari 2015 lalu, kasasi PG. Trangkil ditolak MA namun pihak
perusahaan masih enggan membayar kewajibannya. Dan pada 26 Januari
lalu kemudian diajukan permohonan eksekusi pada PHI. Akhirnya PHI memberikan amaning (surat
peringatan) karena perusahaan masih belum juga membayarkan kekurangan uang santunan
tersebut pada 22 Maret 2015 lalu.
"Akhirnya pada Senin (4/5), pihak perusahaan
melunasi kewajibanya senilai Rp. 19 juta lebih. Kewajiban itu meliputi
kekurangan uang pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak, jaminan hari
tua, dan uang THR satu kali gaji. Permasalahan buruh selalu menjadi pihak yang
selalu dirugikan. Untuk itulah kami berjuang agar buruh juga mendapatkan haknya
sesuai hukum yang berlaku,” ungkap wanita berusia 45 tahun itu.
0 komentar:
Posting Komentar