(Jateng Headline – PATI) Kabupaten Pati, Jawa Tengah
mempunyai wilayah geografis yang luas diantaranya adalah pesisir, dikarenakan
berada di Pantai Utara Jawa. Oleh karena itu kawasan
pesisir menjadi salah satu andalan sumber pendapatan Kabupaten Pati. Panjang
pesisir pantai di Pati diperkirakan mencapai panjang 60 kilometer. Garis pantai
Kabupaten Pati ini melintasi 7 kecamatan yaitu Kecamatan Dukuhseti, Tayu,
Margoyoso, Trangkil, Wedarijaksa, Juwana dan Batangan.
Secara umum, wilayah pesisir dapat di definisikan sebagai daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut. Data dari Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Pati, kini dari panjang pesisir 60 km terdapat hutan
mangrove yang tinggal 146 hektare atau 24 persen dari luasnya yang sekitar 600
hektar.
Memperhatikan kondisi wilayah pesisir di Kabupaten Pati selama ini
sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004, pasal 8 ayat 4 menyebutkan bahwa kewenangan
untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 3
paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3
(sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Dengan banyaknya hutan mangrove yang rusak tanpa
ada penanganan, dipastikan setiap tahun di Kabupaten Pati diperkirakan akan ada 10 hektare tambak yang terancam
abrasi. Warga Desa Pangkalan, Kecamatan Margoyoso misalnya, harus was-was karena gelombang air laut yang mengikis daerah sekitar tambak mereka.
Menurut Supaidi, petani tambak di desa tersebut
mengungkapkan bahwa, “Sampai saat ini, ada sekitar 2 tambak dengan luas antara
5 hingga 6 hektar, terkena abrasi.
Walaupun pemerintah melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pati pernah
melakukan penanganan dengan menanami mangrove namun tetap saja terkena abrasi bahkan mangrovenya justru malah rusak,”
ungkapnya.
Supaidi juga menambahkan bahwa abrasi di Desa
Pangkalan mencapai 1 km di
sepanjang pesisir pantai dan sekitar 100
meter dari garis pantai. Sementara,
tambak udang dan ikan bandeng di sekitar yang terkena abrasi, diperkirakan
mencapai 60 hektar lebih.
“Kondisi itu terjadi dua kali dalam setahun dan
sudah berlangsung sejak 10 tahun silam.
Beberapa tahun terakhir, ombak besar melanda pada dua rentang waktu,
yakni April- Juni dan Agustus-November, dengan tinggi gelombang laut mencapai
2-3 meter, ” kata Supaidi.
Banjir laut pasang menyebabkan petani tambak
merugi, “Untuk menggarap tambak modal awal
sekitar Rp 12 juta tidak dapat kembali,” kata Supaidi. Padahal dalam kondisi normal, setiap 1 hektare
para petani tambak dapat menghasilkan Rp 24 juta.
Jika abrasi di Desa pangkalan ini tidak segera
diatasi, maka dipastikan petani tambak di desa tersebut akan mengalami kerugian
besar, selain itu panjang daratan di pesisir pantai Kabupaten Pati, dipastikan
akan berkurang setiap tahunnya.
0 komentar:
Posting Komentar