(Jateng Headline – PATI) Penegakan Perda No 8 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan terutama hiburan malam dan karaoke, jika tidak
dilakukan serius oleh Pemkab Pati maka sejumlah ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah siap
mengawalnya.
Dari organisasi di bawah NU saja, seperti
Koordinasi Cabang (Satkorcab) Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Pati siap
bergerak jika penegakan Perda tersebut tidak dilakukan oleh Pemkab Pati.
Pihaknya tidak menginginkan pemkab dan
aparat berwenang setengah hati dalam menegakkan regulasi tersebut.
Haryono, Kasatkorcab Banser Pati,
bahkan mengancam akan melakukan tindakan dengan caranya sendiri, jika Pemkab
Pati tidak serius dalam penegakan Perda yang sudah diberikan toleransi selama 2
tahun.
"Kami minta pihak terkait dan
berwenang serius. Penegakan aturan jangan sebatas formalitas dan cenderung
berbau kebohongan serta sandiwara. Karena kalau demikian, kami siap turun
dengan cara kami sendiri," ujar Kasatkorcab Banser Pati Haryono.
Perda No 8 tahun 2013 juga mengatur
tentang keberadaan tempat usaha karaoke yang belakangan disorot banyak pihak.
Pasalnya, usaha karaoke semakin menjamur dan meresahkan masyarakat lantaran
berdampak buruk bagi moralitas masyarakat.
Dua ormas Islam, NU dan Muhammadiyah
menyebut usaha karaoke tidak hanya merusak moral masyarakat lantaran pelayanan
menyanyi dengan didampingi perempuan pemandu karaoke (PK) rentan kemaksiatan.
Bukan hanya membuka peluang prostitusi dan mabuk-mabukan dengan minuman keras,
tetapi tidak sedikit keluarga yang berantakan lantaran sang suami keranjingan
karaoke.
"Yang pasti, hukum harus
ditegakkan secara adil dan tidak memihak. Jangan penegakan aturan seperti
dibuat mainan dan jangan ada pembiaran kemaksiatan," tandasnya.
Desakan tersebut bukan tanpa alasan.
Mengingat, Perda No 8 tahun 2013 telah diberikan toleransi pemberlakuan selama
dua tahun. Pada 2 Juli 2015 ini merupakan batas akhir toleransi.
Waktu toleransi dua tahun diberikan
agar pengusaha karaoke dapat menyesuaikan tempat usahanya sesuai regulasi.
Salah satunya, ketentuan jarak paling sedikit 1.000 meter dari tempat ibadah,
sekolah, pemukiman, perkantoran, dan rumah sakit, kecuali karaoke sebagai
fasilitas hotel berbintang.
Sementara, Bupati Pati Haryanto menyatakan, pihaknya berkomitmen
untuk menegakkan perda tersebut secara penuh. Apalagi, telah diberikan waktu
penyesuaian dua tahun sehingga tidak ada alasan lagi untuk menunda terus
pemberlakuannya.
"Kami berterima kasih diingatkan
NU dan Muhammadiyah serta lembaga yang berada di bawah dua ormas itu. Kami
komitmen untuk penegakan perda dan tidak akan ada lagi toleransi setelah 2
Juli," tandasnya.
Disinggung mengenai pengajuan uji
materiil (judicial review) terhadap pasal 25 (1) junto pasal 91 ayat (3) Perda
No 8 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang dilakukan gabungan
pengusaha karaoke ke Mahkamah Agung (MA), bupati tidak memperasalahkan. Namun,
dia menggarisbawahi, bahwa langkah hukum itu tidak secara otomatis menunda
pemberlakuan perda tersebut.
Adapun mengenai keluhan pengusaha
karaoke lantaran tidak ada solusi berupa zonasi khusus untuk usaha hiburan
tersebut setelah ditetapkan Perda No 8 tahun 2013, bupati bergeming. Haryanto
mengatakan, pemkab tidak akan menetapkan kawasan khusus untuk karaoke.
"Silakan menyesuaikan diri
dengan menerjemahkan perda yang ada. Intinya, harus diperhitungkan ke depannya
terkena dampak pemberlakuan Perda atau tidak," tandasnya.
Keberadaan hiburan malam dan karaoke di Pati sudah diujung tanduk, Banser siap bergerak jika Perda no 8 tahun 2013 tidak ditegakkan oleh Pemkab Pati |
0 komentar:
Posting Komentar