(Jateng Headline – PATI) Image negatif tentang tempat usaha karaoke, tidak
sepenuhnya bisa diterima begitu saja. Hal itu dikatakan oleh Paguyuban Kafe dan
Karaoke Pati, bahwa klaim negative sangatlah tidak berdasar.
Sementara
jika dipermasalahkan adanya perempuan pemandu karaoke (PK), juga tidak identik dengan pekerja seks komersial
(PSK) karena tugasnya hanya mendampingi tamu untuk bernyanyi.
Heri
Susanto, Ketua Paguyuban Kafe dan Karaoke Pati juga menyatakan bahwa sejauh
ini, tempat usaha karaoke telah disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Ruang
karaoke tidak tertutup penuh karena masih terdapat kaca yang dapat dilihat dari
luar.
"Pembinaan
terhadap PK juga rutin dilakukan, baik oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda
dan Olahraga (Disbudparpora) maupun internal pengusaha. Intinya semua ketentuan
dalam Perda Pati Nomor 8 tahun 2013 telah kami penuhi semua kecuali pasal
25," jelasnya.
Pasal 25
perda tersebut mengatur tentang jarak paling sedikit 1.000 meter dari tempat
ibadah, sekolah, pemukiman, perkantoran, dan rumah sakit, kecuali karaoke
sebagai fasilitas hotel berbintang.
Itu sulit
dipenuhi lantaran pemkab tidak memberikan kepastian lokasi berikut regulasi
yang mendukungnya. "Karena itu, kami mengajukan uji materi pasal 25,"
tandasnya.
Mengenai
keberadaan semua tempat karaoke yang saat ini dianggap ilegal karena izinnya
telah berakhir, menurut Heri tidak sepenuhnya benar. Dari 23 tempat karaoke,
izin prinsipnya masih berlaku. Izin tersebut terdiri atas tanda daftar
perusahaan (TDP), SIUP, dan HO.
"Hanya
tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) saja yang telah berakhir. Kini telah ada
11 pengusaha yang mengajukan perpanjangan TDUP ke Disbudparpora. Selebihnya
akan menyusul untuk mengurus," lanjutnya.
Peguyuban Kafe dan Karaoke membantah bahwa PK (pemandu karaoke) bukan PSK, jadi image karaoke tidaklah selalu negatif |
0 komentar:
Posting Komentar