Cerita Gong Watu Randukuning Pati Lor

(Jateng Headline - PATI) Cerita tutur tentang berdirinya daerah atau tempat atau desa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, diperkirakan mencapai ribuan.  Namun disayangkan, hingga kini cerita atau hikayat tentang daerah atau cikal bakal berdirinya suatu tempat belum dibukukan ataupun didokumentasikan.

Misalnya cerita tutur  yang berkaitan dengan kampung Randukuning, di Kelurahan Pati Lor, Kecamatan Pati Kota, ada tempat petilasan yang dikeramatkan oleh warga sekitarnya.  Bernama Gong Watu, yang setiap bulan Apit dalam penanggalan Jawa selalu diadakan ritual sedekah bumi di tempat tersebut.

"Warga Randukuning khususnya di sekitar Gong Watu selalu menghormati dengan cara melakukan ritual sekedah bumi, sebagai bentuk rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa," jelas Adi Rusmanto, Lurah Pati Lor.

Penghormatan dengan ritual tertentu, dimungkinkan ada hubungan erat dengan cikal bakal berdirinya kampung Randukuning, dan hal itu dibenarkan oleh salah satu keluarga juru kunci Gong Watu.

"Cerita yang berkembang Gong Watu merupakan petilasan Nyi Roro Kuning atau karena orang sulit menyebut Roro Kuning maka orang seringnya menyebut Rondo Kuning.  Namun Nyi Roro Kuning bukanlah seorang wanita janda," tutur Jaka Utama, cucu juru kunci Gong Watu.

Jaka Utama yang menceritakan bahwa Nyi Roro Kuning dulunya pernah dicintai oleh Ki Ageng Mbotha dari Sidokerto (Makamnya di Jambean, Sidokerto) namun tidak mau.  Oleh karena tidak diterima cintanya oleh Nyi Roro Kuning, maka Ki Ageng Mbotha lalu mengamuk dengan memporak porandakan gamelan milik Nyi Roro Kuning dan menjadikannya batu.

"Tetapi kedua sosok tersebut sama-sama punya kesaktian.  Nyi Roro Kuning pun tidak terima dan menjadikan tumpukan padi di sawah milik Ki Ageng Mbotha menjadi gundukan tanah dan pasir. Karena Nyi Roro Kuning saking sakit hatinya, maka kemudian beliau pun sakit dan akhirnya meninggal dunia," bebernya.

Nyi Roro Kuning kemudian dibawa oleh Ki Ageng Mbotha karena kecintaannya, dan dimakamkan di Sidokerto.  Pada akhirnya, Ki Ageng Mbotha juga jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Makam Nyi Roro Kuning dan Ki Ageng Mbotha akhirnya dijadikan satu berdampingan di desa Sidokerto, hingga kini.

"Hingga kini petilasan Gong Watu jika sedekah bumi akan ada pagelaran wayang kulit hingga menjelang Maghrib, dikarenakan merupakan kesukaan leluhur dulunya. Walaupun tidak ada pagelaran wayang, maka di petilasan ditaruh wayang kulit agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," terangnya.

Jaka juga menambahkan bahwa cerita tutur dari mulut ke mulut di masyarakat, adalah karena sulitnya mengucap Roro Kuning menjadi Rondo Kuning.  Dan karena istilah Rondo juga kurang baik, maka selanjutnya masyarakat menyebutnya Randukuning.
Para sesepuh di Randukuning, Kelurahan Pati Lor sedang melakukan ritual di petilasan Gong Watu                                                                                                       






Share on Google Plus

About pati streaming

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar