Praktek Politik Uang di Pati Masih Sulit Dibendung

(Jateng Headline - PATI) Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) selalu dibumbui dengan praktek ilegal yang terkadang sulit untuk dibuktikan.  Praktek politik uang (money politic) memang tidak bisa hanya dilawan dengan kegiatan sosialisasi saja. Penyampaian informasi untuk memberikan pemahaman tentang politik uang tidak berpengaruh signifikan terhadap pemilih.
Hal itu disampaikan Imam Adzroi, M.Si, dari Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (STAIMAFA), dalam diskusi pemaparan hasil research tentang Sikap masyarakat Pati dalam politik uang dan implikasinya terhadap keputusan untuk berpartisipasi dan menentukan preferensi politik.
Kegiatan yang diadakan KPU Kabupaten Pati itu diselenggarakan di rumah makan Joyo kusumo Pati. Dalam kesempatan itu Imam Adzroi, M.Si mengungkapkan, perlu gerakan yang lebih dari sekedar sosialisasi norma dan peraturan perundangan untuk melawan praktek politik uang.
“Sikap masyarakat Pati terhadap politik uang bukanlah masalah pengetahuan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai agama dan kepercayaan akan tidak bolehnya melakukan politik uang dalam bentuk suap pada masa pemilihan untuk mempengaruhi voter dalam memilih,” ujarnya.
“Berdasarkan data empiris, faktor kognitif tidak berkorelasi signifikan terhadap keputusan pemilih untuk berpartisipasi atau menentukan pemilihannya. Sikap masyarakat Pati terhadap politik uang bukanlah masalah faktor psikologis dan faktor yang terkait dengan feeling pemilih. Faktor seperti sosok pribadi calon yang akan dipilih, juga tidak berkorelasi dalam keputusan voter untuk berpartisipasi atau menentukan preferensi politik, yang berkorelasi adalah keberadaan uang itu sendiri,” imbuhnya.
Dijelaskan, faktor konatif atau niat dan tindakan nyata dari responden ketika dihadapkan pada suap untuk menentukan berpartisipasi dan menentukan pilihan merupakan faktor berkorelasi signifikan.
Karena itu untuk mengurangi praktek suap terhadap voter, terang Imam Adzroi, M.Si,  bisa dilakukan dengan memperkuat faktor-faktor yang bisa menekan tindakan nyata dari voter untuk menerima suap. “Contohnya seperti membuat faktor situasional dari lingkungan yang secara bersama-sama menyatakan dalam verbal dan tulisan yang dipasang di publik bahwa lingkungan yang bersangkutan menolak adanya suap,” tegasnya.
Diterangkan Imam Adzroi, M.Si, penelitian tersebut mengambil 1.261 orang responden. Sebanyak 670 orang responden atau 53 persen diantaranya adalah laki-laki. Sedangkan responden perempuan sebanyak 591 orang atau 47 persen.
Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan,  sebanyak 238 responden (18,8 persen) adalah lulusan SD atau sederajad, 276 responden (21,8 persen) berpendidikan SMP atau yang sederajad, 558 persen (44,2 persen) berpendidikan SMA atau yang sederajad, 120 responden (9,5 persen) berpendidikan S1, dan 10 responden orang (0,7 persen) berpendidikan S2. Sedangkan satu responden lagi (0,07 persen ) berpendidikan S3.  Sementara itu Ketua KPU Pati, Much Nasich, menjelaskan bahwa kegiatan itu dilaksanakan KPU Pati bersama STAIMAFA. “Hasil research ini akan berguna untuk menyusun program dan strategi pendidikan pemilih dalam pemilu yang akan datang di Kabupaten Pati” jelasnya.
KPU Pati dan STAIMAFA saat penyampaian hasil riset praktek politik uang di Kabupaten Pati.










Share on Google Plus

About pati streaming

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar