(Jateng Headline - SEMARANG) Rencana kebijakan Gubernur Jawa Tengah, Gandjar Pranowo tentang Sekolah lima
hari, dinilai tidak tepat oleh beberapa pihak. Rencana kebijakan ini, dianggap
masih belum strategis dan bahkan kontraproduktif jika diterapkan di Jawa
Tengah. Rencana kebijakan Gubernur Ganjar menjadi pertimbangan serius
organisasi masyarakat, LSM dan aktifis lembaga pendidikan.
Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) PWNU Jawa Tengah, KH. Abdul
Ghoffar Rozien, M.Ed menolak rencana yang dilontarkan Gubernur Gandjar Pranowo.
Rozien mengungkapkan bahwa, rencana kebijakan Ganjar Pranowo sebetulnya bagus,
akan tetapi belum sepenuhnya tepat jika dilaksanakan di Jawa Tengah.
“Jika kebijakan
itu diterapkan, akan berdampak pada ritme pembelajaran. Pertama, pelajar
di Jateng masih membutuhkan pendidikan diniyyah sore. Ini penting, karena
pendidikan diniyyah sore masih menjadi tumpuan basis moral anak-anak kita. Jadi,
jadwal sekolah 5 hari perlu dikaji ulang,” ungkap Rozien.
Menurut Rozien, dalam database RMI, di Jawa Tengah ada sekitar 1.700
pesantren dan madrasah yang memiliki kurikulum dengan format sore hari.
Kebijakan sekolah lima hari, dengan jam padat dari pagi hingga siang, akan
berdampak pada jam pelajaran sekolah diniyyah.
Rozien menambahkan, “Kedua, libur sekolah pada hari Sabtu dan
Minggu, perlu ditimbang lagi manfaat dan mudharat (kerugian) nya. Jika tidak
diisi dengan kegiatan produktif, maka tidak ada manfaatnya. Ketiga,
kebijakan ini, hanya cocok jika diterapkan di kota Metropolitan, semisal Jakarta,
“terang Rozien.
Menurutnya, kondisi Jakarta yang macet parah menjadikan
anak-anak yang sekolah membutuhkan perjalanan lebih lama, hingga kelelahan di
akhir pekan. Sedangkan, di Jawa Tengah kondisinya tidak demikian.
Ketua RMI PWNU Jawa Tengah, KH. Abdul Ghoffar Rozien, M.Ed menolak rencana yang dilontarkan Gubernur Gandjar Pranowo. belum sepenuhnya tepat jika dilaksanakan di Jawa Tengah. |
0 komentar:
Posting Komentar