(Jateng Headline - PATI) Kebutuhan akan lahan pertanian bagi petani pada saat ini memang sangatlah mendesak. Sementara banyak lahan nganggur
yang tidak digarap adalah sebuah
keniscayaan bagi petani yang tidak mempunyai lahan garapan. Hal itulah yang dirasakan oleh banyak petani
di Kabupaten Pati Jawa Tengah yang harus rela melakukan perlawanan hanya
untuk sebuah lahan garapan.
Konflik yang terjadi di Sukobubuk pun membuat Dewan Pengawas Perhutani Provinsi Jawa Tengah harus turun ke Pati guna penyelesaiannya. Beberapa waktu lalu pun dipertemukan antara petani dengan Perhutani KPH Pati, namun hingga saat ini belum ada keputusan nyata penyelesaian konflik tersebut.
“Kami tentu sangat peduli dengan keberadaan
petani yang semakin termarjinalkan saat ini.
Reformasi Agraria pun belum berjalan sebagaimana mestinya. Banyak kasus pencaplokan lahan, lahan
nganggur yang tidak tergarap, namun pemerintah masih diam saja,” tegas Ketua
Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Tengah, Edi Sutrisno.
Banyak petani di Indonesia kekurangan lahan garapan. Sementara janji Presiden Jokowi akan memberikan
lahan garapan untuk petani belum
dipenuhi. Sementara masyarakat bawah khususnya petani seperti di Kabupaten
Pati harus memperjuangkan nasibnya berjuang untuk memperoleh lahan garapan.
“Kami tentu akan menagih janji Presiden yang
akan memberikan jutaan lahan garapan bagi petani yang belum punya lahan
garapan. Di Kabupaten Pati, banyak lahan
nganggur milik Perhutani KPH Pati yang bisa digarap oleh petani, namun realita
yang terjadi justru pihak Perhutani Pati membuat konflik dengan petani sekitar
hutan,” terangnya.
Lahan milik Perhutani KPH Pati misalnya,
terdapat ratusan hektar lahan yang nganggur dan tidak tergarap. Namun ironisnya
petani harus bersaing dengan para
pemilik modal yang bisa dengan mudahnya menyewa lahan tersebut. Akibatnya petani semakin termarjinalkan.
“Kasus konflik lahan di Ngarengan, Kecamatan
Dukuhseti yang hingga saat ini masih
berlangsung merupakan contoh nyata. Ditambah lagi dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani
di Desa Sukobubuk Kecamatan Margorejo, petani
pun harus rela mendapat intimidasi dari pihak Perhutani KPH Pati,” tandasnya.
Padahal banyak lahan nganggur yang mencapai 710 hektar yang bisa digarap oleh petani di daerah
kawasan dekat hutan, tentu kenyataan ini adalah suatu hal menyedihkan bagi
petani sekitar hutan.
Hal itu ditegaskan oleh Kepala Desa Sukobubuk mengenai
adanya konflik lahan di desanya. Bahkan konflik petani dengan Perhutani KPH
Pati di wilayah Perhutani Muria Pati Ayam juga diwarnai dengan intimidasi dan
ancaman-ancaman pada petani.
“Petani diancam dan diintimidasi dengan pasal
hukum dan denda milyaran rupiah, jika berani menggarap lahan Perhutani. Padahal banyak lahan yang nganggur tidak
digarap, tentu kenyataan yang memprihatinkan bagi warga kami,” terang Kepala
Desa Sukobubuk, Saman.
Kenyataan yang ada di Sukobubuk semakin
diperparah lagi dengan digarapnya lahan yang strategis seperti lahan yang rata,
serta struktur tanah yang bagus justru disewakan atau bagi hasil dengan pemilik
modal.
“Petani Sukobubuk saat ini hanya menjadi obyek
belaka, menjadi buruh di lahan milik Perhutani yang disewakan pada pemilik
modal, tentu sangat kasihan. Seharusnya masyarakat sekitar hutan yang lebih
diperhatikan, bukan pemilik modal atau orang diluar Sukobubuk,” tegasnya.
Konflik lahan dengan masyarakat sekitar hutan,
sudah seharusnya Perhutani KPH Pati menyadari permasalahan yang terjadi. Namun yang kenyataannya, konflik lahan
semakin dibiarkan dan diperluas tanpa ada komunikasi dan penyelesaian yang
jelas.
“Tidak ada komunikasi sama sekali, bahkan Mantri
Hutan juga sempat diancam oleh warga Sukobubuk, jika berani melarang menggarap
lahan. Seharusnya Perhutani KPH Pati
tidak tutup mata dengan permasalahan yang terjadi. Komunikasi dengan warga ataupun petani
seharusnya dilakukan,” tandasnya.
Konflik yang terjadi di Sukobubuk pun membuat Dewan Pengawas Perhutani Provinsi Jawa Tengah harus turun ke Pati guna penyelesaiannya. Beberapa waktu lalu pun dipertemukan antara petani dengan Perhutani KPH Pati, namun hingga saat ini belum ada keputusan nyata penyelesaian konflik tersebut.
Kepala Desa Sukobubuk, Saman menunjukkan lahan yang menjadi konflik antara petani dan Perhutani KPH Pati. |
0 komentar:
Posting Komentar