(Jateng Headline - PATI) Konflik lahan yang terjadi di Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ngarengan, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa tengah membuat Perum Perhutani KPH Pati terus mencari
solusi atas pemanfaatan lahan hutan.
Untuk mengatasi masalah pengambilalihan status pemanfaatan lahan hutan, Perum Perhutani KPH Pati berencana menerapkan sistem Pager Sedulur.
Untuk mengatasi masalah pengambilalihan status pemanfaatan lahan hutan, Perum Perhutani KPH Pati berencana menerapkan sistem Pager Sedulur.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Administratur (Adm) KPH Pati, Dadang
Ishardianto, bahwa segera akan menerapkan sistem pengelolaan lahan hutan di
wilayah BKPH Ngarengan. Dikarenakan konflik
yang terjadi antara warga di sekitar hutan dengan pemodal yang telah menguasai
pemanfaatan hutan selama 16 tahun terakhir, belum juga mereda.
“Sistem ini diharapkan akan menyelesaikan masalah yang ada. Perhutani akan mencari solusi terbaik dari masalah ini. Dan warga diharapkan juga bisa merasakan manfaat dari lahan hutan, salah satunya
adalah pengelolaan dengan sistem Pager Sedulur” ujarnya.
Nantinya, sistem Pager Sedulur ini akan
melibatkan warga di sekitar hutan, Perhutani dan investor.
"Praktiknya, setiap petak lahan Perhutani
radius 25 meter terluar akan kita serahkan pengelolaannya kepada warga. Kami persilahkan di lahan 25 meter tersebut namun area ditengahnya, akan sepenuhnya ditanami pohon sengon dengan melibatkan
investor,” sambung Dadang.
Dadang juga mengklaim, dengan sistem ini warga akan lebih
diuntungkan daripada sekedar menanam ketela, karena sistem Pager
Sedulur warga akan mendapatkan bagi hasil sebesar 20 persen.
“Pager Sedulur ini akan menerapkan bagi hasil 40 : 40 :
20, dimana Perhutani dan investor akan mendapatkan sharing masing-masing 40
persen, sedangkan warga nantinya akan mendapat 20 persen,” tuturnya.
Masa panen atau
dalam kurun waktu 6 tahun, warga akan mendapatkan bagi hasil sebesar Rp 22
miliar. Untuk memberikan pemahaman kepada warga
bukanlah perkara yang mudah. Karena, mind
set warga selama ini menganggap bahwa menanam ketela jauh lebih
menguntungkan ketimbang tanaman lain.
“Kami akan terus berjuang, dan sudah mengajukan program
ini kepada direksi. Namun sebelum sistem ini diterapkan, yang lebih penting
adalah reorganisasi LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) terlebih dahulu.
Karena dalam sistem ini, LMDH akan dilibatkan secara penuh,” pungkasnya.
Warga sudah mulai menanami lahan di BKPH Ngarengan. |
0 komentar:
Posting Komentar